Wednesday, July 31, 2013

Definisi Uptrend, Downtrend, Sideway (Bagian I)

Sebelum membaca pos ini sebaiknya anda membaca dulu pos "Arti Istilah Saham Trending Trendless." 

Anda masih ingat dong arti istilah Trending (Uptrend, Downtrend) dan Trendless?

Trending = sedang cenderung.
Uptrend = sedang cenderung naik.
Downtrend = sedang cenderung turun.
Trendless/Sideway = tidak ada kecenderungan.

OK, anda sudah tahu arti kata-kata tersebut . Tapi bagi pemain saham, arti-arti tersebut tidak banyak manfaatnya karena terlalu umum, terlalu luas.

Dalam analisa teknikal, yang kita perlukan bukan hanya arti kata-kata tersebut. Yang kita perlukan adalah definisi yang spesifik.

Nah, apa sebenarnya definisi istilah Uptrend, Downtrend, Trendless/Sideway dalam analisa teknikal?

Yuk kita cermati satu-per-satu.


Uptrend

Di buku Technical Analysis of the Financial Market, John J. Murphy memberikan definisi berikut:


An uptrend is a series of successively higher peaks and trough.
Uptrend adalah serangkaian puncak yang lebih tinggi (higher peaks) dan lembah yang lebih tinggi (higher trough).

Menurut saya, definisi ini belum cukup spesifik. Serangkaian ini berapa banyak? Tidak jelas. 

Maka dari itu, saya mencoba mendefinisikannya sendiri. Menurut Iyan Terus Belajar Saham:


Uptrend adalah serangkaian puncak yang lebih tinggi dan lembah yang lebih tinggi dengan MINIMUM dua puncak yang lebih tinggi DAN MINIMUM dua lembah yang lebih tinggi. 

Dengan kata lain, kondisi lebih tinggi (higher) MINIMUM ada EMPAT (DUA puncak lebih tinggi ditambah DUA lembah lebih tinggi).

Untuk lebih jelas, silahkan lihat Figure 1 di bawah.

Figure 1. Uptrend: Serangkaian Higher Peak dan Higher Trough

Mau tahu definisi Downtrend? Silahkan lanjut baca ke pos "Definisi Uptrend, Downtrend, Sideway (Bagian II)."






Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2013 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Wednesday, July 24, 2013

Cara Bodoh Main Saham

Saya tertawa terpingkal-pingkal ketika menonton animasi dan mencerna lirik lagu Dumb Ways to Die.

http://julianfrost.co.nz/things/dumb-ways-to-die/

http://dumbwaystodie.com/

Figure 1. Poster Kampanye Dumb Ways to Die
 
Dumb Ways to Die adalah kampanye Metro Trains (Australia) untuk mengurangi kecelakaan karena tingkah laku sembrono di dekat lintasan kereta api.

Nah, apa hubungannya mati konyol karena tidak berhati-hati di dekat rel kereta api dengan main saham?

Tidak ada hubungan langsung.

Tapi kalau ada Dumb Ways to Die (Cara Bodoh Untuk Mati) yang jenaka, mungkin ada baiknya kita mengumpulkan juga Dumb Ways to Trade (Stock) yang saya bahasa Indonesiakan: Cara Bodoh Main Saham.

Mungkin anda pernah bertingkah-laku sembrono dalam bermain saham. Mungkin anda pernah rugi konyol karena menganggap remeh pasar. 

Jadi, di pos ini saya mengundang anda menyumbangkan ide, pendapat, dan komentar lucu anda tentang Cara Bodoh Main Saham. Tujuannya bukan untuk mengkritik atau meremehkan orang lain. Tapi tujuannya adalah untuk mengakui kesalahan (dalam bermain saham) dan menertawakan diri sendiri.

Nah, saya mulai dengan satu Cara Bodoh Main Saham ala Iyan:

Sudah menentukan harga cut-loss, tapi MENUNDA cut-loss ketika saham mencapai harga cut-loss tersebut.

Hasilnya?

Seharusnya cuma rugi 6%. Tapi karena MENUNDA cut-loss, ruginya jadi 25%.

Bodoh kan?

Silahkan share Cara Bodoh Main Saham menurut anda dengan menulis komentar di bawah. Makin konyol, makin lucu, makin bagus.






Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2013 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.] 

Saturday, July 20, 2013

Mengapa Perlu Tahu Earning Per Share? Bagian II

Pos ini adalah lanjutan dari "Mengapa Perlu Tahu Earning Per Share, Bagian I."


Pada pos sebelumnya anda sudah tahu beberapa alasan mengapa Earning Per Share (Laba Per Saham) lebih penting anda ketahui daripada Laba Total. Mari kita lihat satu alasan lagi.

Misalkan anda sedang membanding-bandingkan saham yang hendak anda beli. Menilik Tabel 1 di bawah ini, di antara saham A dan B, kira-kira saham mana yang lebih menarik untuk dibeli?

Tabel 1. Laba Total Sama, Harga Saham Sama

Laba kedua perusahaan tersebut sama, gumam anda dalam hati. Harga sahamnya juga sama. Bukannya sama aja, tidak beda?

Secara kasat mata, saham A dan B kelihatannya sama saja. Tapi nilai saham A akan sama dengan saham B hanya kalau jumlah saham kedua perusahaan itu sama. Tapi kenyataan di lapangan adalah jumlah saham A dan jumlah saham B hampir pasti berbeda.

Jadi, lagi-lagi kita harus mencari tahu Laba Per Saham masing-masing saham sebelum kita bisa melakukan perbandingan yang sepadan.

Mari kita lihat Tabel 2.

Tabel 2. Laba Total Sama, Harga Saham Sama, Jumlah Saham Berbeda

Pada Tabel 2 anda bisa melihat bahwa jumlah saham A hanya setengah dari jumlah saham A. Alhasil, Laba Per Saham Laba  A adalah dua kali Laba Per Saham B.

Harga saham A dan B sama, tapi Laba Per Saham A dua kali Laba Per Saham B. Apa artinya?

Artinya, secara Laba Per Saham, harga saham A lebih murah daripada B. Karena lebih murah, berarti juga saham A lebih layak dibeli daripada saham B.

Jadi, inti yang perlu anda serap dari pos ini adalah sebagai berikut: jumlah saham masing-masing perusahaan berbeda satu dengan yang lain. Karena perbedaan jumlah saham ini, ketika membandingkan perusahaan yang berbeda, anda harus membandingkan Laba Per Sahambukan Laba Totalperusahaan-perusahaan tersebut.

Nah, kasus di atas relatif sederhana karena harga saham A dan B sama. Bagaimana kalau harga sahamnya beda? Bagaimana cara kita menentukan saham mana yang lebih murah?

Untuk membandingkan saham-saham yang harganya berbeda, kita tidak bisa sekedar membandingkan Laba Per Saham. Cara yang lebih tepat adalah dengan membandingkan Price-Earnings Ratio (PER) dari saham-saham tersebut. Mau tahu arti Price-Earnings Ratio? Silahkan lanjut baca ke pos "Arti Istilah Price-to-Earnings Ratio."







Pos-pos yang berhubungan:

[Pos ini ©2013 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.] 

Saturday, July 6, 2013

Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 5

Pos ini adalah lanjutan dari "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 4."

(Kalau anda ingin membaca seri ini dari awal silahkan klik di sini "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 1.")


Membandingkan harga Close dengan Open akan tergantung pada kondisi Open. Perlu anda ingat kembali bahwa ada tiga kemungkinan kondisi Open:
  1. Open Di Atas Prv Price (Open > Prv Price)
  2. Open Di Prv Price (Open = Prv Price)
  3. Open Di Bawah Prv Price (Open < Prv Price)

Dengan adanya tiga kemungkinan kondisi Open ini, dan juga karena adanya tiga kemungkinan Close (Close Di Atas Open, Close Di Open, Close Di Bawah Open), membandingkan Close vs. Open menghasilkan sembilan skenario yang berbeda.  

Mari kita teliti satu per satu.


1. Open Di Atas Prv Price (Open > Prv Price) 

Kondisi ini sendiri adalah relatif Bullish.


 a.  Close > Open (> Prv Price) 

Kalau Close di atas harga Open, saham tersebut relatif Bullish; ranking 1 Bullish di antara semua kondisi nomor 1.

Pada Tabel 1 di bawah anda bisa melihat bahwa pada tanggal 3 November 2008 ASII Open di atas Prv Price dan Close di atas Open. Jadi, Close > Open > Prv Price.

Tabel 1. ASII Open Di Atas Prv Price Close Di Atas Open

b.  Close = Open (> Prv Price) 

Kalau Close di harga Open, saham tersebut relatif Bullish; ranking 2 Bullish di antara semua kondisi nomor 1.


c. Open > Close (> Prv Price)

Kalau Close di bawah harga Open, saham tersebut relatif Bullish SELAMA Close ini di atas Prv Price; ranking 3 Bullish di antara semua kondisi nomor 1. 

Karena kondisi Open di Atas Prv Price adalah kondisi Bullish, walaupun Close-nya di bawah Openselama Close ini masih di atas Prv Pricesaham tersebut tetap relatif Bullish. (Kalau Close-nya di BAWAH Prv Price, kondisi ini belum tentu Bullish. Hal ini tidak saya diskusikan di sini karena terlalu ruwet untuk pemula.)

Pada Tabel 2 anda bisa melihat bahwa pada tanggal 6 Desember 2006 ASII Open di atas Prv Price, tapi Close di bawah Open. Jadi, Open > Close > Prv Price.

Tabel 2. ASII Open Di Atas Prv Price, Close Di Bawah Open



2. Open Di Prv Price (Open = Prv Price) 

Kondisi ini sendiri tidak berindikasi apa-apa. Kalau anda teliti, kondisi ini adalah sama dengan kondisi I yaitu Close Hari ini vs. Prv Price (karena Open = Prv Price).


a. Close > Open (= Prv Price)

Kalau Close di atas harga Open, saham tersebut relatif Bullish. 


b. Close = Open (= Prv Price)

Kalau Close di harga Open, tidak bisa disimpulkan tanpa indikator lain. 


c. Open (= Prv Price) > Close 

Kalau Close di bawah harga Open, saham tersebut relatif Bearish.


 
3. Open Di Bawah Prv Price (Prv Pice > Open) 

Kondisi ini sendiri adalah relatif Bearish.  


a. (Prv Price >) Close > Open 

Kalau Close di atas harga Open, saham tersebut relatif Bearish SELAMA Close ini di bawah Prv Price; ranking 3 Bearish di antara semua kondisi nomor 3. 

Karena kondisi Open di Bawah Prv Price adalah kondisi Bearish, walaupun Close-nya di atas Openselama Close ini masih di bawah Prv Pricesaham tersebut tetap relatif Bearish. (Kalau Close-nya di ATAS Prv Price, kondisi ini belum tentu Bearish. Sama halnya dengan kondisi 1c, hal ini juga akan saya diskusikan di pos lain.)

Pada Tabel 3 di bawah anda bisa melihat bahwa pada tanggal 21 November 2008 BBRI Open di bawah Prev Price, tapi Close di atas Open. Jadi, Prv Price > Close > Open.

Tabel 3. BBRI Open Di Bawah Prv Price, Close Di Atas Open


b. (Prv Price >) Close = Open 

Kalau Close di harga Open, saham tersebut relatif Bearish; ranking 2 Bearish di antara semua kondisi nomor 3. 


c. (Prv Price >) Open > Close 

Kalau Close di bawah harga Open, saham tersebut relatif Bearish; ranking 1 Bearish di antara semua kondisi nomor 3.

Pada Tabel 4 anda bisa melihat bahwa pada tanggal 13 November 2008 BBRI Open di bawah Prv Price dan Close di bawah Open. Jadi, Prv Price > Open > Close.

Tabel 4. BBRI Open Di Bawah Prv Price, Close Di Bawah Open


Kalau kita me-ranking kondisi di atas dari paling Bullish ke paling Bearish, urutannya adalah:
  
1a > 1b > 1c > 3a >3b > 3c 

Kondisi nomor 2 tidak ikut saya bandingkan karena kondisi tersebut (Open di Prv Price) tidak memberikan indikasi jelas. Kita perlu indikator lain untuk mengambil kesimpulan. Lagipula, bisa saja kondisi 2a lebih Bullish dari 1b atau 1c tergantung dari High dan Low yang terjadi.
  
Sampai di sini kemungkinan anda bingung dan menggaruk-garuk kepala anda yang tidak gatal. 

"Kalau analisa teknikal saham untuk pemula aja udah bikin pusing kayak gini," gumam anda dalam hati, "gimana analisa teknikal tingkat lanjut?" 

Memang, pembahasan di atas agak ruwet. Walaupun ruwet, tetap saya lakukan karena tujuan saya adalah menyadarkan anda bahwa semakin banyak data yang anda pergunakan, semakin rumit proses analisa teknikal.

(Kalau begini saja sudah pusing, coba bayangkan kalau anda langsung belajar indikator-indikator teknikal seperti Moving Average, Bollinger Band, MACD, Stochastic, Elliot Wave Theory, Angka Fibonacci, dan sebagainya. Mungkin anda bukan cuma menggaruk-garuk kepala, tapi sudah mencabuti rambut di kepala anda!)

Jangan menyerah. Pembahasan harga Close di atas tidaklah serumit yang anda bayangkan. Kalau anda rajin menulis ulang data Open, High, Low, Close untuk beberap bulan, saya yakin anda akan dengan sendirinya mengerti inti pembahasan di atas.
   
Kalau cenut-cenut di kepala anda sudah berkurang, tiba saatnya kita bicarakan Close vs. High. Silahkan lanjut baca ke pos "Analisa Teknikal Saham Untuk Pemula, Bagian 6."






Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2013 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.] 

Wednesday, July 3, 2013

Mengapa Perlu Tahu Earning Per Share? Bagian I

Kalau anda belum tahu arti Earning Per Share, silahkan baca dulu pos "Arti Istilah Earning Per Share (EPS)."

Di pos tersebut saya menjelaskan apa itu Earning Per Share dan alasan pertama mengapa investor saham sebaiknya tahu Earning Per Share atau Laba Per Saham daripada tahu Laba Total.

Di pos ini saya akan menjelaskan lebih lanjut alasan-alasan penting lain mengapa informasi Earning Per Share penting diketahui investor saham.

Mari kita mulai dengan melihat Tabel 1.

Tabel 1. Pertumbuhan Laba Total Tahun 2011-2013

Dari Tabel 1 di atas  anda bisa lihat bahwa:
  • Laba Total perusahaan XYZ tahun 2012 adalah 1.5x lipat dari Laba Total 2011.
  • Laba Total tahun 2013 adalah 3x lipat Laba Total  2011.

Wow, kata anda, Laba Total XYZ tumbuh 3x lipat dari tahun 2011 ke tahun 2013. 

Bagaimana dengan Laba Per Sahamnya? Apakah tumbuh 3x lipat juga dari tahun 2011 ke 2013?

Sama saja kan? kata anda.  

Belum tentu.

Emangnya bisa beda? tanya anda.


Bisa. Bisa berbeda. Malah jauh lebih mungkin beda daripada sama.

Lho?

Pertumbuhan Laba Per Saham akan sama dengan pertumbuhan Laba Total hanya kalau jumlah saham tidak berubah. Masalahnya, jumlah saham kemungkinan besar berubah.

Kok bisa berubah?

Perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa sering melakukan aksi-aksi korporasi yang mempengaruhi jumlah saham yang ada. (Mayoritas aksi korporasi hasilnya adalah menambah jumlah saham tapi ada juga aksi yang hasilnya mengurangi jumlah saham). Contoh-contoh aksi korporasi yang mempengaruhi jumlah saham:


Perubahan jumlah saham karena aksi-aksi korporasi tersebut akan berpengaruh pada kalkulasi Laba Per Saham.

Pengaruhnya apa? 

Sudah saya tunggu pertanyaan ini.

Untuk mempermudah diskusi, mari kita lihat Tabel 2.

Tabel 2. Pertumbuhan Laba Total vs. Laba Per Saham Tahun 2011-2013

Data Laba Total di Tabel 2 adalah sama dengan data di Tabel 1. Hanya saja Tabel 2 ada tambahan data Jumlah Saham (sehingga kita bisa menghitung Laba Per Saham).

Dari Tabel 2 tersebut anda bisa melihat bahwa:
  • Laba Total perusahaan XYZ tahun 2012 adalah adalah 1.5x dari Laba Total 2011.
  • Laba Per saham tahun 2012 adalah juga 1.5x dari Laba Per Saham 2011. Ini karena jumlah saham pada tahun 2012 sama dengan jumlah saham pada tahun 2011. (Dengan kata lain: selama jumlah saham tidak berbeda, persentase pertumbuhan Laba Per Saham adalah sama dengan pertumbuhan Laba Total.)
  • Laba Total tahun 2013 adalah 3x Laba Total tahun 2011.
  • Tapi, Laba Per Saham 2013 hanya 2x dari Laba Per Saham 2011 karena jumlah saham tahun 2013 meningkat menjadi 1.5x jumlah saham 2011.

Dari penjelasan di atas, anda bisa lihat bahwa mungkin saja Laba Total naik 3x tapi Laba Per Saham hanya naik 2x.

Intinya, anda tidak boleh berasumsi bahwa jumlah saham adalah sama. Jumlah saham suatu perusahaan mungkin berubah. Dan perubahan jumlah saham ini akan mempengaruhi Laba Per Saham.

Sebagai investor saham anda dianjurkan memperhatikan pertumbuhan laba perusahan. Tapi membandingkan Laba Total belum tentu mencerminkan kondisi sesungguhnya karena data tersebut bisa terdistorsi perubahan jumlah saham. Artinya, data yang anda bandingkan belum tentu sejenis.

Kata orang bule, untuk melakukan perbandingan dengan benar, anda harus membandingkan apel dengan apel, jangan apel dengan jeruk (apalagi apel dengan durian!).

Nah, data laba yang sejenis adalah Earning Per Share atau Laba Per Saham. Artinya, ketika membandingkan laba perusahaan dengan laba tahun-tahun sebelumnya, anda harus SELALU membandingkan data Earning Per Share, bukan Laba Total.

Inilah alasan penting kedua kenapa anda sebaiknya tahu Earning Per Share atau Laba Per Saham daripada Laba Total.

Oh, gitu. Saya ngerti sekarang, kata anda. Jadi saya harus selalu menghitung sendiri Laba Per Saham?

Tidak perlu.

Seperti sudah saya katakan di pos "Arti Istilah Earning Per Share (EPS)," data Laba Per Saham sudah dikalkulasikan untuk anda dan bisa dilihat di laporang keuangan perusahaan. Jadi, saat anda memolototi laporan keuangan, tidak usah lihat Laba Total, tapi langsung cari Laba Per Saham.

Nah, setelah membaca pos ini anda tahu bahwa jumlah saham suatu perusahan bisa berubah dengan berjalannya waktu. Dan perubahan jumlah saham ini mempengaruhi Laba Per Saham perusahaan tersebut.

Masih ada satu alasan lagi mengapa Earning Per Share lebih penting daripada Laba Total. Mau tahu? Silahkan lanjut baca ke pos "Mengapa Perlu Tahu Earning Per Share? Bagian II."






Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2013 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]